Saturday, March 17, 2018

Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)




Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Hai hai hallooo readers !


Seperti yang kemarin saya bilang, saya mau sedikit bahas mengenai salah satu model pembelajaran yang semoga bisa dijadikan referensi kalian dalam proses mengajar. Berbeda dengan postingan kemarin. Kali ini saya akan membahas Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Let’s go guys !!!

Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL), lain halnya dengan postingan sebelumnya dimana peserta didik dituntun oleh guru untuk memahami materi yang dipelajarinya, pada metode ini justru peserta didik dituntut untuk menemukan konsep sendiri dari pelajaran yang ingin disampaikan oleh sang guru. Ya, metode PBL sudah tidak asing lagi dalam kurikulum 2013, dimana peserta didik dituntut terlibat aktif dalam suatu proses belajar mengajar dikelas. Kita akan membahas mulai dari pengertian model pembelajaran PBL, pemaparan dari beberapa ahli terkemuka mengenai apa itu PBL, langkah-langkah pembelajaranya, kelebihan maupun kekurangan model pembelajaran PBL, serta hasil penelitian yang terkait oleh model pembelajaran tersebut.

1.   Pengertian Model Pembelajaran PBL


Problem Based Learning (PBL) adalah proses pembelajaran yang dirancang dengan masalah-masalah yang menuntut siswa mendapat pengetahuan yang penting, membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan memiliki strategi belajar sendiri serta memiliki kecakapan berpartisipasi dalam tim. Strategi pembelajaran yang digunakan adalah masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.


Problem Based Learning (PBL) merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi, pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Dengan Problem Based Learning (PBL) siswa dilatih menyusun sendiri pengetahuannya, mengembangkan keterampilan memecahkan masalah. Selain itu, dengan pemberian masalah autentik, siswa dapat membentuk makna dari bahan pelajaran melalui proses belajar dan menyimpannya dalam ingatan sehingga sewaktu-waktu dapat digunakan lagi.

Untuk lebih mudah mengenali model  PBL, seara umum dapat dikenali dengan adanya enam ciri yang dimilikinya, adapun keenam ciri tersebut adalah :

  • kegiatan belajar dengan model PBL dimulai dengan pemberian sebuah masalah
  • masalah yang disajikan berkaitan dengan kehidupan nyata para siswa
  • mengorganisasikan Pembahasan seputar masalah, bukan membahas seputar disiplin ilmu
  • siswa diberikan tanggung jawab yang maksimal dalam membentuk maupun menjalankan proses belajar secara langsung
  • siswa dibentuk menjadi beberapa kelompok kecil
  • siswa dituntut untuk mendemonstrasikan produk atau kinerja yang telah mereka pelajari

Berikut ini ada beberapa penjelasan teori dari beberapa ahli yang mendukung, diantanya :


Menurut Barbara J. Duch (1996), Problem Based Learning (PBL) adalah satu model yang ditandai dengan penggunaan masalah yang ada di dunia nyata untuk melatih siswa berfikir kritis dan terampil memecahkan masalah, dan memperoleh pengetahuan tentang konsep yang penting dari apa yang dipelajari (dalam Wijayanto, 2009:15).


Menurut Arends, PBL merupakan suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa dihadapkan pada masalah autentik (nyata) sehingga diharapkan mereka dapat menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan tingkat tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, dan meningkatkan kepercayaan dirinya (dalam Trianto, 2007).




Menurut Suyatno pada bukunya tahun 2009, Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu model pembelajaran yang berbasis pada masalah, dimana masalah tersebut digunakan sebagai stimulus yang mendorong mahasiswa menggunakan pengetahuannya untuk merumuskan sebuah hipotesis, pencarian informasi relevan yang bersifat student-centered melalui diskusi dalam sebuah kelompok kecil untuk mendapatkan solusi dari masalah yang diberikan.


Menurut Sanjaya dalam bukunya pada tahun 2006, Problem Based Learning (PBL) merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Hakekat permasalahan yang diangkat dalam Problem Based Learning adalah gap atau kesenjangan antara situasi nyata dengan situasi yang diharapkan, atau antara yang terjadi dengan harapan (hal. 214).

2.   Langkah-langkah Model Pembelajaran PBL


Problem Based Learning (PBL) akan dapat dijalankan bila pengajar siap dengan segala perangkat yang diperlukan. Peserta didik pun harus harus sudah memahami prosesnya, dan telah membentuk kelompokkelompok kecil. Umumnya, setiap kelompok menjalankan proses sebagai berikut :



  • Tahap Orientasi siswa kepada masalah, kegiatan yang pertama dilakukan dalam model ini adalah menyampaian tujuan pembelajaran yang ingin dicapai oleh guru. Setelah itu disampaikannya penjelasan terkait logistik yang dibutuhkan. Lalu mulai pemberian suatu masalah yang harus dipecahkan siswa, serta guru wajib memotivasi para siswa agar dapat terlibat secara langsung untuk melakukan aktivitas pemecahan masalah yang menjadi pilihannya.
  • Tahap Mengorganisasikan siswa untuk belajar, guru dapat melakukan perannya untuk membantu siswa dalam mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang terkait dengan masalah yang disajikan.
  • Tahap Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, dalam tahap ini guru melakukan usaha untuk mendorong siswa dalam mengumpulkan informasi yang relevan, mendorong siswa untuk melaksanakan eksperimen, dan untuk mendapat pencerahan dalam pemecahan masalah.
  • Tahap  Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, berupa kegiatan guru membantu para siswa-siswinya dalam melakukan perencanaan dan penyiapan karya yang sesuai misalnya laporan, video atau model, serta guru membantu para siswa untuk berbagi tugas antar anggota dalam kelompoknya.
  • Tahap Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, yaitu tahap akhir dimana guru membantu para siswa dalam melakukan refleksi ataupun evaluasi terhadap penyelidikan mereka dalam setiap proses yang mereka gunakan.

3.   Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran PBL


Berdasarkan karakterisitiknya sebuah metode pasti memiliki kelebihan dan tidak luput dari kekurangannya, uraian secara rinci metode ini ialah:

  • Kelebihan:  

pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk memahami isi pelajaran
model ini dapat menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa
membantu siswa bagaimana menstansfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata
dengan pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru 
melalui pemecahan masalah bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran pada dasarnya merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku saja
pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan siswa untuk menerapkan pengetahuan yang dimiliki dalam dunia nyata
dengan pemecahan masalah dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus menerus belajar, sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir

  • Kekurangan :

pembelajaran malalui PBL membutuhkan cukup waktu untuk persiapan 
manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba 
tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari

Pada prinsipnya yang diungkapkan di atas bukan merupakan kekurangan tetapi merupakan kendala yang dihadapi dalam pembelajaran. Kendala tersebut ada yang bisa diatasi dan ada yang tidak bisa diatasi.


4.  Hasil Penelitian terkait dengan Model Pembelajaran PBL

Ø  Berdasarkan jurnal Selvi Utami Ningsih, Sri Hastuti Noer, Pentatito Gunawibowo yang berjudul “Efektivitas Problem Based Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Disposisi Matematis Siswa”. Memaparkan bahwa penerapan model problem based learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Hosnan (2014: 299) yang menyatakan bahwa tujuan problem based learning adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir kritis, kemampuan pemecahan masalah dan mengem-bangkan kemampuan siswa untuk secara aktif membangun pengetahuan sendiri. Selain itu, didukung dari dari hasil penelitian Gunantara, dkk (2014) dan Ariyanti, dkk (2013) mengenai model problem based learning, dapat diketahui bahwa penerapan model problem based learning dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Berdasarkan hasil analisis data kemampuan akhir pemecahan masalah matematis siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan model problem based learning, terdapat 20 siswa dari 30 siswa tersebut yang tuntas belajar atau dapat disimpulkan bahwa persentase siswa tuntas belajar sama dengan 60%. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa penerapan model problem based learning pada siswa kelas VIII SMP Negeri 23 Bandar Lampung efektif ditinjau dari kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. (unduh disini)

Ø  Berdasarkan jurnal Lyna Yuni Artika, Sugeng Sutiarso, Tina Yunarti yang berjudul “Pengembangan LKPD Problem Based Learning untuk Memfasilitasi Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis”. Memaparkan bahwa PBL merupakan salah satu model pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan level berpikir tinggi yang diorientasikan pada masalah, termasuk belajar bagaimana belajar (Arends, 2000). Terlihat dari hasil analisis observasi dan aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran menggunakan LKPD berbasis masalah baik secara lisan (siswa semakin berani mengemukakan pendapat, baik dalam menanggapi ataupun mengajukan pertanyaan) ataupun non lisan (kerjasama, mencari solusi dan kegiatan siswa dalam mengerjakan tugas matematika). Oleh karena itu pada penelitian ini disimpulkan bahwa Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) pada pembelajaran berbasis masalah dapat memfasilitasi kemampuan berpikir kritis dan disposisi matematis siswa. (unduh disini)


Contoh Video Pembelajaran :





Metode Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD)




Assalamu’alaikum Wr. Wb. 

Hellooooo readers, I come back !!! Sudah lama banget nih gak ketemu kalian para si hobi pembaca. Kalian apa kabar ? Baik dong ya tentunya.


Kesempatan kali ini, saya mau sedikit bahas mengenai salah satu metode pembelajaran yang semoga bisa dijadikan referensi kalian dalam proses mengajar. Yappp ! Cocok banget buat kalian para calon pemuda dan pemudi pencerdas bangsa untuk mengetahui metode apa yang tepat untuk digunakan dalam proses belajar mengajar agar pembelajaran dengan mudah dan cepat diterima oleh para peserta didik. Gak usah berpanjang lebar lagi, yuk! check it out guys !!!

Metode pembelajaran yang akan saya paparkan dalam tulisan kali ini adalah Metode Pembelajaran Student Team Achievement Division (STAD), sudah tidak asing lagi bukan ditelinga kalian ? Ya, metode STAD adalah salah satu tipe pembelajaran Kooperatif. Kita akan membahas mulai dari pengertian  metode pembelajaran STAD, pemaparan dari beberapa ahli terkemuka mengenai apa itu STAD, langkah-langkah pembelajaranya, kelebihan maupun kekurangan metode STAD, serta hasil penelitian yang terkait oleh metode tersebut.

1.   Pengertian Metode Pembelajaran STAD


Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. STAD pertamakali dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin, dimana STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif.

Secara garis besar, dalam metode pembelajaran ini siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku (heterogen). Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu guna menguji kemampuan individu.

Metode pembelajaran ini menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.

Berikut ini ada beberapa penjelasan teori dari beberapa ahli yang mendukung, diantanya :

Menurut Slavin (dalam Rusman, 2012:214), metode pembelajaran STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan oleh guru.


Menurut Sharan (dalam Prwaoto, 2014: 6), Divisi Pencapaian-Kelompok Siswa atau Student Team-Achievement Divisions (STAD), salah satu rangkaian teknik pengajaran yang memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru. STAD merupakan suatu metode generik tentang pengaturan kelas dan bukan metode pengajaran komprehensif untuk subjek tertentu, seperti guru menggunakan pelajaran dan materi mereka sendiri.


Menurut Isjoni dalam bukunya tahun 2013, STAD merupakan salah satu tipe kooperatif yang meningkatkan adanya aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi dan membantu menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi (hal 51).



Menurut Cahyo dalam bukunya tahun 2012, STAD merupakan salah satu metode atau pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yang sederhana dan baik untuk guru yang baru mulai menggunakan pendekatan kooperatif dalam kelas. STAD juga merupakan suatu metode pembelajaran kooperatif yang efektif, juga mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan prestasi verbal atau teks (hal 288-289).


2.   Langkah-langkah Metode Pembelajaran STAD


Menurut Slavin, pada proses pembelajarannya, belajar kooperatif tipe STAD melalui lima tahapan yang meliputi:




  • Tahap Penyajian Materi, yang mana guru memulai dengan menyampaikan indikator yang harus dicapai hari itu dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang materi yang akan dipelajari. Dilanjutkan dengan memberikan persepsi dengan tujuan mengingatkan siswa terhadap materi prasarat yang telah dipelajari. Mengenai teknik penyajian materi dan lamanya pembelajaran dapat dilakukan bergantung pada kekompleksan materi yang akan dibahas.
  • Tahap Kegiatan Kelompok, pada tahap ini sebelumnya peserta didik dibagi kedalam beberapa kelompok, lalu setiap kelompok diberi lembar tugas sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok siswa saling berbagi tugas, saling membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat memahami materi yang dibahas. Guru dalam tahap ini menjadi fasilitator.
  • Tahap Tes Individu, yaitu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar telah dicapai setiap individu. Biasanya tes individu dilakukan pada akhir pertemuan agar siswa dapat menunjukkan apa yang telah dipelajari secara individu selama bekerja dalam kelompok. Skor perolehan individu ini didata dan diarsipkan, yang akan digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok.
  • Tahap Perhitungan Skor Perkembangan Individu, dihitung berdasarkan skor awal, agar setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan skor maksimal bagi kelompoknya berdasarkan skor tes yang diperolehnya. Penghitungan perkembangan skor individu dimaksudkan agar siswa terpacu untuk memperoleh prestasi terbaik sesuai dengan kemampuannya.
  • Tahap Pemberian Penghargaan Kelompok, diberikan berdasarkan perolehan skor rata-rata dari perolehan masing-masing kelompok dan nilai individual anggotanya.

3.   Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembelajaran STAD


Berdasarkan karakterisitiknya sebuah metode pasti memiliki kelebihan dan tidak luput dari kekurangannya, uraian secara rinci metode ini ialah:

  • Kelebihan:  

setiap siswa memiliki kesempatan untuk memberikan kontribusi yang substansial kepada  kelompoknya, dan posisi anggota kelompok adalah setara
melatih siswa dalam mengembangkan aspek kecakapan sosial di samping kecakapan kognitif
dapat mengembangkan prestasi siswa, rasa percaya diri siswa meningkat, siswa merasa lebih terkontrol untuk keberhasilan akademisnya
pengelompokan siswa secara heterogen membuat kompetisi yang terjadi di kelas menjadi lebih hidup
adanya kuis meningkatkan tanggung jawab individu karena nilai akhir kelompok dipengaruhi nilai kuis yang dikerjakan secara individu
adanya penghargaan dari guru, sehingga siswa lebih termotivasi untuk aktif dalam pembelajaran
metode ini dapat mengurangi sifat individualistis siswa, karena siswa dituntut untuk bekerja dalam kelompok
peran guru juga menjadi lebih aktif dan lebih terfokus sebagai fasilitator, mediator, motivator dan evaluator

  • Kekurangan :

apabila guru terlena tidak mengingatkan siswa agar selalu menggunakan keterampilan-keterampilan kooperatif dalam kelompok maka dinamika kelompok akan tampak macet
pembelajaran menggunakan model ini membutuhkan waktu yang relatif lama
membutuhkan kemampuan khusus guru, sehingga tidak semua guru dapat melakukan dan menggunakan strategi belajar kooperatif
menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka bekerja sama dan menurunkan ego  

Pada prinsipnya yang diungkapkan di atas bukan merupakan kekurangan tetapi merupakan kendala yang dihadapi dalam pembelajaran. Kendala tersebut ada yang bisa diatasi dan ada yang tidak bisa diatasi.

4.  Hasil Penelitian terkait dengan Metode Pembelajaran STAD

Ø  Berdasarkan jurnal Fajar Euis Nagara Putri, Faad Maonde dan Kadir yang berjudul “Perbedaan Hasil Belajar Ditinjau dari Pembelajaran Kooperatif, Perilaku Berkarakter dan Disposisi Matematis”. Model pembelajaran yang dianggap efektif saat ini adalah pembelajaran kooperatif, tipe pembelajaran kooperatif paling sederhana adalah STAD (Student Team Achievement Divisions). Model pembelajaran kooperatif  sangat berkembang dalam pendidikan di Indonesia karena sesuai dengan budaya bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai gotong royong, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan nilai karakter. Hasil analisis dan pembahasan dapat di simpulkan bahwa nilai hasil belajar matematika untuk siswa yang diajar dengan model pembelajaran konvensional lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, TGT, maupun Jigsaw. Oleh karena itu, dapat disarankan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD, TGT, maupun Jigsaw dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran guna meningkatkan hasil belajar matematika. (unduh disini)

Ø  Berdasarkan tesis Siti Nur Asyiah yang berjudul “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Dengan Metode Kooperatif Tipe STAD Dalam Pembelajaran Matematika Kelas V SDN Jatirahayu VI Kecamatan Pondok Melati Kota Bekasi” dapat disimpulkan bahwa metode kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif peserta didik dalam pembelajaran matematika. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil data kualitatif berupa meningkatnya kemampuan menyelesaikan soal-soal open ended secara variatif, terperinci dan berbeda dari yang sudah ada dan data kuantitatif berupa perolehan skor, nilai, tingkat kreativitas, dan ketuntasan pembelajaran pada setiap akhir siklus.


Contoh Video Pembelajaran :